Jumat, 19 Desember 2008

Keistimewaan Jihad dan Mujahidin


Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW yang shahih sangat banyak yang menerangkan perihal keistimewaan jihad dan mujahidin, sehingga dapat menimbulkan cita-cita yang luhur serta dapat menggerakkan hati nurani ntuk bergerak ke medan jihad fi Sabilillah dan dengan penuh kejujuran mereka melancarkan jihad fi Sabilillah melawan musuh-musuh Allah, Rabb semesta alam.

Dalam kajian ilmu fiqh, jihad fi sabilillah status hukumnya fardhu kifayah dimana bila ada orang yang melakukannya, maka orang lain tidak wajib melakukannya. Namun pada saat-saat tertentu kedudukan hukumnya menjadi fardhu ‘ain yang harus di laksanakan oleh tiap-tiap Muslim, kecuali yang mempunyai udzur syar’i. Sebagai misal, orang yang diminta oleh imam (pemimpin) untuk berangkat ke medan jihad, atau satu daerah yang di kepung oleh pihak musuh, ataupun orang-orang yang berada di antara dua golongan musuh. Dalil-dalil yang menjelaskan tentang keterangan di atas amat banyak.

Diantara sekian banyak ayat-ayat Qur’an yang memaparkan perihal keistimewaan jihad dan mujahidin adalah:

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa pada jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu, keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka.

Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu”. Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Semoga Allah mema’afkanmu. Mangapa kamu memberi ijin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta, Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta ijin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka, dan Allah mengetahui orang-orang yang bertaqwa. Sesungguhnya yang meminta ijin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.” (QS At-Taubah : 41-45)

Dalam ayat-ayat diatas Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang Mukmin agar berangkat ke medan jihad baik dalam keadaan berat maupun ringan untuk melaksanakan tugas jihad fi sabilillah dengan harta dan diri mereka. Dan Allah Azza wa Jalla menjelaskan kepada mereka bahwa keberangkatan mereka ke medan jihad itu jauh lebih baik bagi mereka, baik dalam kaitannya ketika di dunia maupun ketika di akhirat.

Kemudian Allah SWT membongkar sifat nifaq yang melekat pada orang-orang menafiq, keengganan mereka untuk berangkat ke medan jihad, serta niat buruk mereka. Semua ini akan membawa mereka ke jurang kehancuran. Allah berfirman:

“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu, keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu”. Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.” (QS At-Taubah : 42)

Kemudian Allah menegur Nabi SAW karena beliau telah memberi izin orang-orang untuk tidak ikut ambil bagian dalan jihad fi sabilillah dengan firman-Nya:

“Semoga Allah mema’afkanmu. Mangapa kamu memberi ijin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta.” (QS At-Taubah : 43)

Allah Azza wa Jalla menerangkan bahwa tidak diizinkannya mereka untuk tidak ikut ambil bagian dalam jihad sebagai kiat untuk mengetahui orang-orang yang benar-benar ber-udzur dan untuk menyingkap kebobrokan orang-orang yang biasa berdusta.

Kemudian Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang yang beriman kepada-Nya dengan sepenuh hatinya serta beriman kepada hari akhirat, tidak akan meminta izin untuk tidak ikut berjihad, kecuali ada udzur syar’i. Sebab iman yang benar kepada Allah senantiasa mendorong orang Mukmin untuk segera berangkat ke medan jihad fi sabilillah bersama keluarganya.

Setelah itu, Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang minta izin kepada Nabi SAW untuk absen dari medan jihad adalah tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kiamat dengan sepenuh hatinya. Dan mereka meragukan hadits-hadits dan ayat-ayat yang di bawa Rasulullah SAW, padahal di antara sekian banyak wahyu Ilahi yang di bawa Nabi SAW berisi tentang anjuran dan stimulus untuk berangkat ke medan jihad fi sabilillah, di samping berisi ancaman bagi orang-orang yang enggan berjihad.

Sehubungan dengan keistimewaan mujahidin Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah : 111)

Dalam ayat diatas Allah mendorong dengan sangat agar kaum Muslimin melaksanakan tugas jihad fi sabilillah dan menerangkan bahwa orang Mukmin telah menjual diri dan hartanya untuk kepentingan Dienullah. Transaksi jual-beli ini telah diterima oleh-Nya dan sebagai imbalannya adalah surga baginya. Mereka berjihad di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh.

Kemudian Allah Azza wa Jalla mengingatkan bahwa janji-Nya kepada mereka itu termaktub dalam kitab Taurat, Injil dan Al-Qur’an.

Demi memantapkan hati orang-orang Mukmin terhadap janji tersebut dan agar mereka mengorbankan jiwa dan harta (yang hakikatnya di beli Allah) untuk keperluan jihad fi sabilillah dengan penuh ikhlas, sehingga mereka berhak menerima balasan yang demikian besar, baik di dunia maupun di akhirat. Dia menegaskan bahwa tiada seorangpun yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah Azza wa Jalla.

Kemudian Allah memerintah kaum Muslimin agar merasa gembira dengan transaksi imani ini, karena di dalamnya terdapat kemenangan yang amat besar, kesudahan yang terpuji, kemenangan bagi Al-Haq, pertolongan bagi mujahidin, jihad melawan kaum kafir dan munafiq hingga mereka bertekuk lutut kepada kaum Muslimin, dan membuka jalan baru bagi tersebarnya dakwah Islamiyah guna memakmurkan jagat raya ini.

Dalam ayat-Nya, Allah berfirman sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya).Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS Ash-Shaf : 10-13)

Dalam ayat-ayat di atas tersurat petunjuk dari Allah Azza wa Jalla bahwa iman dengan sepenuh hati kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya dan jihad fi sabilillah merupakan perniagaan yang amat besar yang dapat menyelamatkan dari azab yang pedih di hari kiamat. Dan juga mengandung dorongan yang kuat agar orang yang beriman kepada Allah senantiasa mau berjihad.

Sudah kita maklumi, bahwa iman yang sempurna kepada Allah dan Rasul-Nya mencakup Tauhidullah (mengesakan Allah) dan Ikhlashul ibadah (memurnikan ibadah) untuk Allah SWT semata. Sebagaimana keharusan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan sesuatu yang haram. Dalam hal ini tercakup pula jihad fi sabilillah, karena ia merupakan syi’ar Islam yang teragung dan kewajiban yang terpenting.

Secara khusus, Allah menyebutkan jihad fi sabilillah karena demikian agungnya persoalan itu. Selain itu menggemarkan kaum Muslimin untuk berjihad. Sebab jihad akan mendatangkan kemaslahatan yang amat besar dan kesudahan-kesudahan yang terpuji sebagaimana telah kami kupas sebelumnya.

Kemudian Allah SWT menjanjikan maghfirah dan tempat tinggal yang baik di akhirat untuk memperkuat rasa rindu mereka kepada jihad fi sabilillah dan agar mereka berpacu ikut ambil bagian dalam medan jihad. Agar mereka betul-betul mendambakan jihad fi sabilillah, Allah mengabarkan bahwa di antara sekian banyak balasan bagi Mujahidin adalah kemenangan atas lawan.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan keistimewaan jihad dan Mujahidin serta yang mendorong kaum Muslimin untuk berangkat ke medan jihad sangat banyak. Tapi kami rasa, apa yang telah disebutkan di atas sudah cukup untuk menggerakkan jiwa demi menggapai cita-cita yang luhur, kedudukan yang mulia, faedah yang besar, dan kesudahan-kesudahan yang terpuji. Kepada Allah jugalah kami mohon pertolongan.

Adapun hadits-hadits Nabi SAW yang menerangkan keistimewaan jihad dan Mujahidin serta yang mengancam orang-orang yang enggan berjihad sangat banyak sekali, sehingga rasanya tidak mungkin kami tampilkan semua dalam risalah kecil ini. Disini kami hanya akan menyebutkan sebagian kecil darinya agar yang benar-benar Mujahid mengetahui sebagian hadits Nabi SAW yang membicarakan perihal keistimewaan jihad dan Mujahidin.

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim ada riwayat dari Shal bin Sa’ad ra, katanya Rasulullah SAW bersabda:

“Berjaga sehari di (medan jihad) fi sabilillah lebih baik daripada dunia seisinya, dan tempat cemeti (pecut) salah seorang di antara kamu lebih baik daripada dunia seisinya, dan di waktu sore atau pagi hari seorang hamba berada di medan jihad fi sabilillah lebih baik daripada dunia seisinya.” (lihat Fath Al-Bari VI:8)

Sabdanya yang lain:

“Perumpamaan mujahid fi sabilillah seperti orang yang berpuasa terus menerus, dan Allah menjamin bagi seorang mujahid fi sabilillah akan di cabut nyawanya lalu di masukkan ke surga atau dia dikembalikan (ke kampung halamannya) dengan selamat membawa pahala atau ghanimah (rampasan perang).” (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain Imam Muslim meriwayatkan:

“Allah menjamin bagi orang yang keluar hanya untuk berjihad di jalan-Ku, dan (karena) iman kepada-Ku, dan membenarkan para Rasul-Ku, maka kewajiban-Ku memasukkan ia ke surga, atau mengembalikan ke tempat tinggalnya (semula) dengan membawa pahala atau ghanimah.”

Sabdanya lagi:

“Tiada seorangpun yang terluka (karena berjihad) fi sabilillah, melainkan pada hari kiamat dia datang dengan (bekas) lukanya yang masih mengucurkan darah, warnanya warna darah sedang baunya seharum minyak kasturi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Riwayat yang lain, dari Anas ra bahwa Nabi SAW bersabda:

“Hendaklah kalian berjihad (melawan) kaum musyrikin dengan harta bendamu, diri-dirimu, dan dengan lisan-lisanmu.” (HR. Ahmad dan Nasa’i, serta di shahihkan oleh Imam Hakim)

Dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim tersurat riwayat dari Nabi SAW, (kata seorang sahabat):

“Bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang perbuatan yang paling utama, maka beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya (dengan sepenuh hati).” Kemudian beliau ditanya lagi: “Lalu setelah itu apa?”, Jawab beliau : “Jihad fi sabilillah.” Lalu beliau di tanya (lagi): “Kemudian setelah itu apa?” Jawab beliau “Haji mabrur”.

Dari Abu Isa bin Jabir Al-Anshari ra katanya:

“Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah kedua kaki seorang hamba yang memercikkan debu (karena jihad) fi sabilillah, melainkan pasti dia tidak tersentuh api neraka.” (HR. Bukhari)

Ada suatu riwayat dari Abu Hurairah ra, katanya: Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang meninggal dunia tidak pernah ikut berperang (di jalan Allah), bahkan tidak (pernah) berniat untuk berperang di jalan-Nya, maka ia meninggal dunia di atas salah satu cabang kemunafikan.”

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, katanya:
Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kalian mengadakan transaksi jual-beli dengan harga pas, dan kalian mengambil ekor-ekor sapi, dan kalian puas dengan hasil tanamanmu, dan (pada saat yang sama) kalian meninggalkan (kewajiban) jihad, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian, yang tiada sesuatupun yang dapat menghalanginya sebelum kalian kembali (berpegang teguh) kepada Dien kalian.” (HR. Ahmad dan Abu Daud, dan dishahihkan oleh Ibnu Qaththan).

Dalam kitab Bulughul Maram Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: “Rawi-rawinya tsiqat”.

Hadits-hadits Nabi SAW yang menerangkan perihal keistimewaan jihad dan Mujahidin dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang kedudukan yang mulia dan pahala yang demikian besar yang di janjikan kepada Mujahidin Shadiqin, serta hadits-hadits yang mengancam orang-orang yang meninggalkan kewajiban jihad fi sabilillah sangat banyak.

Dua hadits terakhir dan yang semakna dengan keduanya menunjukkan bahwa meninggalkan kewajiban jihad dan tidak berniat berjihad termasuk sebagian penyakit nifaq. Dan terlalu sibuk dengan urusan perniagaan, pertanian dan mu’amalah ribawiyah termasuk faktor-faktor yang dapat menyebabkan kaum Muslimin terhina dan di cabik-cabik oleh pihak musuh sebagaimana yang kita lihat sekarang. Kehinaan tersebut akan selalu menyelimuti kaum Muslimin, sebelum mereka kembali berpegang teguh pada diennya dengan istiqomah serta melaksanakan jihad fi sabilillah.

Oleh karena itu, kami selalu memohon kepada Allah, sudi kiranya menyadarkan kaum Muslimin semuanya untuk kembali kepada Dien-Nya, membimbing pemimpin mereka, menyatukan persepsi mereka tentang Al-Haq serta memberi taufiq kepada mereka semuanya untuk ber-tafaqqub fiddin dan melaksanakan tugas jihad fi sabilillah hingga Allah memuliakan mereka, mengangkat mereka dari selimut kehinaan dan memberi pertolongan kepada mereka untuk mengalahkan musuh Allah dan musuh-musuh mereka. Karena sesungguhnya Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

(Sumber: buku “JIHAD dan keutamaannya” - Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz)

Tidak ada komentar: